Seni Musik

Gugun & Blues Shelter, Spirit Muda dalam Blues

gugun_blues_shelter


Musik Blues telah menginspirasi begitu banyak musisi dunia. Seperti ungkapan yang kerap didengungkan kalangan pecinta musik ini; ‘blues is the roots, the other is the fruits’. Ibarat pohon, perjalanan bermacam jenis musik yang ada saat ini tidak lepas dari pengaruh blues yang mengakar, membawa dirinya hingga ke cecabang ranting dan pucuk buah bernama rock, jazz, rock ‘n roll, R&B, soul, gospel, pop, hingga genre yang belakangan muncul seperti grunge, punk, alternatif dan hip hop.
Dari pinggiran sungai Mississipi, musik yang awalnya sarat dengan jeritan kaum kulit hitam pada era perbudakan di Amerika ini, melanglang ke berbagai belahan dunia tak terkecuali Indonesia.

Akhir tahun lalu, sebuah perhelatan besar Jakarta International Blues Festival digelar di Istora Senayan. Acara ini seperti ingin menumpaskan kerinduan para blues mania di indonesia terhadap musik blues. Dan ternyata cukup banyak musisi maupun band-band blues yang berasal dari kalangan muda. Mereka seolah ingin mematahkan mitos selama ini bahwa blues hanya untuk orang tua dan terkesan suram. Di tangan mereka, blues tampil enerjik dan atraktif.

Berbicara mengenai musisi dan band muda yang mengusung musik blues di tanah air saat ini, sebuah band bernama Gugun & Blues Shelter langsung mencuri perhatian pecinta blues tanah air semenjak rilis album pertama mereka tahun 2004. Formulasi antara teknik bermain yang tinggi, lagu yang memadukan unsur blues, rock dan funk, serta aksi panggung yang atraktif membuat penampilan mereka selalu menghipnotis penontonnya.

Seperti pada musisi besar lainnya, blues menginspirasi Muhamad Gunawan, yang akrab dipanggil Gugun, John Armstrong (biasa dipanggil Jono), dan Aditya ‘Bowie’ Wibowo. Gugun mulai berlatih gitar sejak usia 6 tahun. Sejak remaja, ia tekun menyimak Jimi Hendrix, Stevie Ray Vaughan, B.B. King, dan Rolling Stones – yang akhirnya membuat ia mantap memilih blues, selain kecintaannya pada gitar. Jono Armstrong, pria asal Inggris yang pernah tinggal selama tujuh tahun di Jakarta sebagai guru les bahasa Inggris, juga terinspirasi dari Jimi Hendrix, selain James Brown, Motown Records, juga Michael Jackson. Sementara itu Bowie yang pernah meraih juara pertama Sonar Drum Competition 2002 sebelumnya lebih banyak berkolaborasi dengan musisi Jazz di antaranya Syaharani. Bertiga mereka mendirikan Gugun & Blues Shelter (sebelumnya bernama Gugun and The Bluesbug). Gugun mengisi vokal dan gitar, Jono sebagai pemetik bass, serta Bowie pada drum.

gugun_blues_shelter2

Pada penampilan mereka di Teraskota BSD Tangerang beberapa waktu lalu, Indonesiaseni.com berkesempatan berbincang-bincang mengenai perjalanan band mereka juga perkembangan musik Blues di Indonesia. Awalnya pada tahun 2004, Gugun dan Jono sepakat mendirikan sebuah band blues trio, “karena waktu itu belum ada.., belum ada band trio di Jakarta yang bawain blues dan kemudian bikin album rekaman, cuma waktu itu kita namanya gugun and the bluesbug..terus yang maen drum waktu itu namanya Iskandar.” Ujar Gugun. Pilihan membuat album blues yang diakui Gugun pasarnya kurang, tak lepas dari keinginan mereka agar bisa menaikkan pasaran musik blues di Indonesia. “Musik blues itu unik. Banyak orang yang belum tau musik blues itu seperti apa. Orang selalu mengidentikkan musik itu seperti jazz, sementara gak seperti itu, walau jazz masih ada kaitannya dengan blues, sangat dekat,” tambahnya.

November lalu ada festival blues yang cukup besar di Jakarta, kalau dilihat dari acara tersebut, menurut kalian bagaimana perkembangan musik blues di Indonesia?
Gugun (G) : “Hmm..sekarang ada peningkatan yah, apalagi setelah acara kemaren; itu yang kedua sebetulnya, pertama pernah digelar tahun kemaren cuma masih kecil. Yang sekarang lumayan besar karena sudah ada sponsor yang tertarik, walau sebenernya gambling juga sponsornya. Sebenernya orang banyak penasaran dengan musik blues itu makanya festival kemaren cukup sukses dan penontonnya juga banyak. Kemudian setelah acara itu kayaknya beberapa komunitas berlomba-lomba untuk bikin acara blues, blues, blues..dan semakin banyak. Itu kan kalo dipikir-pikir, festival blues kemaren tuh kayak ‘gong’ gitu..jadi kayak ‘ayo kita mulai untuk blues’. Dan gua yakin banget musik ini bakal bisa jadi sajian musik yang gampang diterima. Kebanyakan kan orang nganggep blues itu angker lah, eksklusif, bla bla bla..ternyata nggak.”

Sementara komunitas-komunitas blues yang ada lebih terkesan seperti kumpul-kumpul di antara mereka-mereka saja, gimana caranya supaya musik ini nggak cuma terbatas di komunitas-komunitas itu saja?
(G) : “Bener..caranya harus lebih banyak ngadain acara kayak sekarang ini misalnya. Contohnya kayak Jazz. Jazz itu ada di mal-mal di mana aja ya kan..ya cuma mungkin kalau blues jangan di mal lah, kayak di lapangan mungkin hehehe..jadi, caranya seperti itu, semakin sering digelar pergelaran musik blues, orang semakin aware dengan musik blues. Selama ini kan ada tapi paling setahun cuma satu dua kali.”

Itu dari pertunjukan live, kalau dari industri rekamannya sendiri gimana?
(G) : “Kalau untuk produksi album mungkin selama ini nggak banyak ya karena..album pop sendiri nggak laku hahaha.. tapi ada, tetep banyak yang bikin rekaman blues, kayak kita udah hampir bikin 3 album, trus ada Andre Harihandoyo, ada Endah n Resha, Adrian..banyak kayaknya belakangan ini yang udah muncul. Yang jelas mereka indie..”

Bagaimana dengan perbandingan antara apresiasi penggemar di Indonesia dan di luar negeri?
(G) : “Mereka lebih apreciate sih, tapi penontonnya nggak se-masif di sini ya Jon..”
Jono (J) : “No, not such a big crowd over there, except for a couple of festival we played there, that’s a big crowd. We played all over England in like medium size clubs, but the crowd doesn’t massive like it is here. Yet, we’re not surprised, because we’re not so famous over there, we’re only been there 3 times, so.. But they’re more expressive like jumping, dancing and screaming..and maybe they swill a little bit with the beer hahaha..”

Ahahaha..tapi lebih asyik main di sini kan?
(G) : “Yaa..mungkin lebih asyik maen di sini aja deh, karena mereka udah mulai juga kan, mengenal kita, udah mulai mengerti blues itu seperti apa, jadi mereka lebih bisa menikmati. Kalau dulu mungkin mereka masih bingung ‘ini siapa ya’..”
(J) : “Yaa..we can see the difference between five years ago when we first started, and now…people more listen. They listen, they stay, they apreciate it. Maybe they don’t express it like jumping around, tapi mereka lebih mengerti sekarang

Soal lagu, tema-tema seperti apa yang biasanya kalian pilih?
(G) : “Kalau untuk tema, banyak sih dari kejadian-kejadian yang pernah kita alami. Kita juga nggak yang terlalu mengkhayal-khayal banget, kejadian yang pernah kita lakukan aja, yang orang-orang pernah ngerasain juga. Trus tema yang romantik itu pasti ada. ”

Siapa musisi blues Indonesia yang jadi panutan bagi kalian?
(G) : “Agak susah juga, kalo kita bilang pemain blues di Indonesia ini siapa. Orang selalu bilang Benyamin, tapi Benyamin itu blues untuk kepentingan komedi dia. Jadi, seorang komedian, karena pada saat itu musik blues kan musik populer, ya dia harus bawain lagu-lagu yang populer juga. Karena blues itu sebenarnya musik yang populer dari tahun 40an. Semenjak industri musik ada. Tahun 40an, 50an, 60an, 70an, tahun 80 udah mulai berubah tapi masih meninggalkan cara bermain blues. Kayak band-band yang hardrock, itu basicaly maen blues, progresinya. Musik punk, itu progresinya blues. Cuma beda sound aja, tapi kalo kita itung chord-chordnya, bolak baliknya sama.”

Terakhir, harapan kalian ke depannya untuk band ini?
(G) : “Kita berharap, musik kayak gini tetep didengerin. Semakin banyak penggemarnya, yang jelas itu.”
(J) : “Just to get our music heard by as many people as possible.”
Bowie : “Harapan saya band ini tetap solid, bisa terus berkarya, dan juga nggak ada salah kaprah bahwa blues itu musiknya orang tua.”
(G) : “Kalo target sih yang jelas nih, kita pengen jadi pionir band blues di sini. Kita bisa bikin kerjasama dengan media, dengan sponsor, gimana caranya kita bisa meyakinkan sponsor bahwa kita bisa mendatangkan orang.”

Panggung Plaza TerasKota malam itu terasa hangat dan akrab, seolah tak ada jarak antara Gugun & Blues Shelter dan penonton, sesekali Gugun menantang penonton untuk merequest lagu yang akan dimainkan dan mengajak penonton untuk nge-jam bersama mereka. Meski hanya bermain di panggung kecil, mereka tetap menyuguhkan permainan yang penuh totalitas. Kualitas musikal dan teknis mereka yang memukau seakan ingin membuktikan bahwa blues mampu menerobos sekat usia maupun genre. Musik blues adalah musik milik semua orang.

Sumber : www.Indonesiaseni.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar